Reklamasi Teluk Jakarta
Reklamasi
Teluk Jakarta telah menjadi perhatian publik hingga menjadi pro dan kontra di
tengah masyarakat. Pusaran uang antara pengembang, DPRD DKI, dan Pemprov DKI
menjadi misteri yang menarik untuk diungkap hingga terungkapnya kasus suap M
Sanusi dkk. Tidak sedikit yang menolak reklamasi ini mulai dari para nelayan
dan masyaratak pada umumnya. Tetapi penulis percaya bahwa reklamasi ini
merupakan jalan terbaik untuk Teluk Jakarta.
Reklamasi
adalah proses pembuatan daratan baru diatas laut atau sungai atau rawa atau
daerah berair lainya. Ada berbagai cara untuk melakukan reklamasi mulai dari
mengeruk laut dan material kerukanya dipindahkan ke pantai atau mendatangkan
material reklamasi dari daerah lain. Reklamasi menjadi solusi bagi daerah yang
memiliki luas wilayah sempit untuk mendapatkan daratan baru dan bangunan
lainya. Singapura, Hongkong dan Uni Emirat Arab (Dubai) melakukan reklamasi
untuk dijadikan kawasan wisata, perkantoran, perhotelan, dan hunian. Belanda
melakukan reklamasi untuk untuk membuat pelindung garis pantainya yang berupa
portal dinding laut dan pemecah gelombang. Korsel baru-baru ini melakukan
reklamasi disalah satu pulaunya untuk membuat proyek pembangkit listrik tenaga
pasang surut sebesar 240 MW.
Reklamasi
juga merupakan salah satu solusi cepat untuk mengatasi pencemaran air laut
diteluk Jakarta oleh limbah dan juga minyak solar kapal. Maksud dari solusi ini
adalah bukan tiba-tiba menjernihkan air laut, tetapi untuk membuat biota laut
yang ada terpaksa menjauh dari garis pantai Jakarta utara yang lingkunganya
sudah rusak menuju lepas pantai yang lebih dalam dan bersih. Sehingga nantinya
nelayan dapat mencari kerang dan ikan dengan kualitas lebih baik dari sekarang.
Seharusnya setelah solusi cepat ini dilakukan Pemprov DKI harus melakukan
perbaikan lingkungan di garis pantai Teluk Jakarta.
Timbul
pertanyaan di masyarakat luas, siapakah yang akan menikmati reklamasi ini?
beberapa orang yakin dan percaya bahwa hanya orang yang kaya dan super-super
kaya yang akan menikmati pulau buatan ini karena logika kita selama ini yang
tersetting bahwa memang barang yang mahal untuk orang-orang kaya seperti hotel
dan apartment di Palm Beach Dubai yang hanya mampu dihuni dan dimiliki oleh
emir arab dan artis hollywood. Orang miskin atau orang biasa bahkan mahasiswa
kos-kosan seperti penulis tidak akan bisa menikmati, menghuni, atau membeli
hasil reklamasi ini. Penulis memiliki sudut pandang yang berbeda karena
Gubernur Ahok telah membuat kebijakan untuk memproteksi hal ini, sehingga semua
orang dapat menikmati kawasan pulau buatan ini.
Seperti yang
kita tau bersama Pemprov DKI mensyaratkan 40% lahan reklamasi digunakan untuk
fasilitas umum dan ruang terbuka hijau, ditambah 5% lahan untuk dimiliki
Pemprov DKI dan tambahan 15% dari nilai jual lahan yang bernilai rupiah tetapi
tidak diberikan berupa rupiah namun berupa barang atau jasa. Jika syarat ini
telah disetujui pengembang dan DPRD, maka 40% lahan reklamasi dapat dirasakan
dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas bahkan juga oleh mahasiswa kos-kosan
karena merupakan fasilitas umum. 5% lahan kosong yang diminta Pemprov DKI akan
digunakan untuk membangun aprtement rusun mewah untuk masyarakat ber KTP
Jakarta tentunya yang berkerja di pulau reklamasi tersebut. Apakah ada jaminan
bahwa rusun mewah di lahan 5% ini akan dinikmati oleh masyarakat kecil, tentu
terjamin karena rusun-rusun ini nantinya adalah rusun sewa sama seperti rusun
lain yang dibuat pemprov DKI juga dihuni oleh masyarakat tergusur. Dari mana
dana yang akan digunakan Pemprov DKI untuk membangun rusun dilahan 5% ini? dari
tambahan jatah preman 15% nilai jual lahan yang diberikan berupa barang atau
jasa pembangunan apartment rusun.
Reklamasi
menjadi solusi yang relatif murah dan cepat untuk mengatasi beberapa masalah di
Teluk Jakarta disamping amdal yang belum lengkap. Setiap proyek pasti
memberikan dampak negatif pada lingkungan tetapi itu semua dapat diatasi dengan
menambahkan solusi yang lain. Jika reklamasi memberi dampak yang buruk itu
bukan reklamasinya yang salah tetapi yang salah adalah perencanaan reklamasinya
atau konsultan yang merancangnya.Dari 100% lahan reklamasi, yang dimiliki
pengembang adalah 55%, Masyarakat luas 40% berbentuk fasilitas umum atau ruang
terbuka hijau, dan Pemprov DKI 5%. Yang melakukan reklamasi adalah pengembang
tetapi mereka hanya bisa menikmati 55% untuk keberluan bisnis mereka.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar