Kamis, 09 Juni 2016

Reklamasi Teluk Jakarta

Reklamasi Teluk Jakarta

Reklamasi Teluk Jakarta telah menjadi perhatian publik hingga menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Pusaran uang antara pengembang, DPRD DKI, dan Pemprov DKI menjadi misteri yang menarik untuk diungkap hingga terungkapnya kasus suap M Sanusi dkk. Tidak sedikit yang menolak reklamasi ini mulai dari para nelayan dan masyaratak pada umumnya. Tetapi penulis percaya bahwa reklamasi ini merupakan jalan terbaik untuk Teluk Jakarta.

Reklamasi adalah proses pembuatan daratan baru diatas laut atau sungai atau rawa atau daerah berair lainya. Ada berbagai cara untuk melakukan reklamasi mulai dari mengeruk laut dan material kerukanya dipindahkan ke pantai atau mendatangkan material reklamasi dari daerah lain. Reklamasi menjadi solusi bagi daerah yang memiliki luas wilayah sempit untuk mendapatkan daratan baru dan bangunan lainya. Singapura, Hongkong dan Uni Emirat Arab (Dubai) melakukan reklamasi untuk dijadikan kawasan wisata, perkantoran, perhotelan, dan hunian. Belanda melakukan reklamasi untuk untuk membuat pelindung garis pantainya yang berupa portal dinding laut dan pemecah gelombang. Korsel baru-baru ini melakukan reklamasi disalah satu pulaunya untuk membuat proyek pembangkit listrik tenaga pasang surut sebesar 240 MW.

Reklamasi juga merupakan salah satu solusi cepat untuk mengatasi pencemaran air laut diteluk Jakarta oleh limbah dan juga minyak solar kapal. Maksud dari solusi ini adalah bukan tiba-tiba menjernihkan air laut, tetapi untuk membuat biota laut yang ada terpaksa menjauh dari garis pantai Jakarta utara yang lingkunganya sudah rusak menuju lepas pantai yang lebih dalam dan bersih. Sehingga nantinya nelayan dapat mencari kerang dan ikan dengan kualitas lebih baik dari sekarang. Seharusnya setelah solusi cepat ini dilakukan Pemprov DKI harus melakukan perbaikan lingkungan di garis pantai Teluk Jakarta.

Timbul pertanyaan di masyarakat luas, siapakah yang akan menikmati reklamasi ini? beberapa orang yakin dan percaya bahwa hanya orang yang kaya dan super-super kaya yang akan menikmati pulau buatan ini karena logika kita selama ini yang tersetting bahwa memang barang yang mahal untuk orang-orang kaya seperti hotel dan apartment di Palm Beach Dubai yang hanya mampu dihuni dan dimiliki oleh emir arab dan artis hollywood. Orang miskin atau orang biasa bahkan mahasiswa kos-kosan seperti penulis tidak akan bisa menikmati, menghuni, atau membeli hasil reklamasi ini. Penulis memiliki sudut pandang yang berbeda karena Gubernur Ahok telah membuat kebijakan untuk memproteksi hal ini, sehingga semua orang dapat menikmati kawasan pulau buatan ini.

Seperti yang kita tau bersama Pemprov DKI mensyaratkan 40% lahan reklamasi digunakan untuk fasilitas umum dan ruang terbuka hijau, ditambah 5% lahan untuk dimiliki Pemprov DKI dan tambahan 15% dari nilai jual lahan yang bernilai rupiah tetapi tidak diberikan berupa rupiah namun berupa barang atau jasa. Jika syarat ini telah disetujui pengembang dan DPRD, maka 40% lahan reklamasi dapat dirasakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas bahkan juga oleh mahasiswa kos-kosan karena merupakan fasilitas umum. 5% lahan kosong yang diminta Pemprov DKI akan digunakan untuk membangun aprtement rusun mewah untuk masyarakat ber KTP Jakarta tentunya yang berkerja di pulau reklamasi tersebut. Apakah ada jaminan bahwa rusun mewah di lahan 5% ini akan dinikmati oleh masyarakat kecil, tentu terjamin karena rusun-rusun ini nantinya adalah rusun sewa sama seperti rusun lain yang dibuat pemprov DKI juga dihuni oleh masyarakat tergusur. Dari mana dana yang akan digunakan Pemprov DKI untuk membangun rusun dilahan 5% ini? dari tambahan jatah preman 15% nilai jual lahan yang diberikan berupa barang atau jasa pembangunan apartment rusun.

Reklamasi menjadi solusi yang relatif murah dan cepat untuk mengatasi beberapa masalah di Teluk Jakarta disamping amdal yang belum lengkap. Setiap proyek pasti memberikan dampak negatif pada lingkungan tetapi itu semua dapat diatasi dengan menambahkan solusi yang lain. Jika reklamasi memberi dampak yang buruk itu bukan reklamasinya yang salah tetapi yang salah adalah perencanaan reklamasinya atau konsultan yang merancangnya.Dari 100% lahan reklamasi, yang dimiliki pengembang adalah 55%, Masyarakat luas 40% berbentuk fasilitas umum atau ruang terbuka hijau, dan Pemprov DKI 5%. Yang melakukan reklamasi adalah pengembang tetapi mereka hanya bisa menikmati 55% untuk keberluan bisnis mereka.



Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar